Minggu, 24 April 2011

Pewarna Bakteri

Ada banyak cairan yang digunakan dalam pewarnaan bakteri yang mana dalam rangka untuk memperjelas atau mempertajam gambar bakteri yang terlihat pada mikroskop, salah satunya adalah Lactophenol Cotton Blue (LPCB). Lactophenol Cotton Blue ini digunakan untuk mewarnai bakteri Fungi, contohnya Rhizopus sp.
Cara membuat larutan ini cukup mudah.
Bahan:
  • Siapkan kristal phenol 20 gram
  • Asam laktat 20 ml
  • Gliserol 40 ml
  • Akuades 20 ml
Langkah kerja :
  1. Semuanya itu dicampur dalam tabung atau gelas elmeyer yang diletakkan pada atas uap air yang panas.
  2. Setelah itu maka terbentuklah larutan Lacto Phenol yang masih berwarna jernih atau jernih agak sedikit kekuningan. 
  3. Campurkanlah Cotton Blue atau tinta berwarna biru secukupnya supaya berwarna biru.
Gampang kan ? sekarang tinggal dipraktekkan saja ya...biar lebih afdol....
semoga bermanfaat...

Selasa, 19 April 2011

“Salak Development Center” di Dusun Cemoroharjo

Mahasiswa sekarang ini dituntut untuk bisa mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Seperti yang sedang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang diketuai Oleh Arsi Dwiyani (20) dalam acara merealisasikan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang telah dibiayai oleh Dikti. Ada banyak kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa ini seperti Salak Handycraft Project , pembuatan Traditional Food From Salak dan Dodol Salak Project. Pada kegiatan ini masyarakat diarahkan supaya dapat mengolah salak agar bernilai jual tinggi seperti pembuatan kerajinan tangan dari biji dan kulit salak, pembuatan dodol, selai, dan manisan yang semuanya terbuat dari salak.
Program yang dibiayai sepenuhnya oleh Dikti ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, baik dari dosen, Dekan hingga Rektor Universitas Negeri Yogyakarta beserta jajarannya. Program kreativitas mahasiswa ini merupakan program tahunan yang diikuti oleh mahasiswa se-Indonesia.
Arsi Dwiyani selaku ketua penyelenggara kegiatan pengabdian masyarakat ini saat berbincang dengan Swara Kampus  mengatakan bahwa, ”Aksi pengabdian masyarakat ini dilatarbelakangi oleh rendahnya nilai salak pada saat musim panen raya salak, harga per kilo yang diperoleh petani salak berkisar antara Rp. 2000,00 hingga Rp. 3000,00 saja. Selain itu, minimnya pemanfaatan dari buah maupun limbah salak, membuat kami tergerak untuk mengembangkan ketrampilan masyarakat dalam pengolahan salak agar meningkatkan nilai ekonomi masyarakat tersebut”.
Masyarakat Dusun Cemoroharjo yang berada di Yogyakarta tepatnya pada Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta itu sendiri sekitar 90% berprofesi sebagai petani dan 10% berprofesi sebagai wiraswasta, pedagang dan pegawai negri sipil. Mayoritas penduduk Cemoroharjo, menggantungkan hidupnya dari hasil bumi, baik bertani padi maupun bertani salak. Cemoroharjo merupakan dusun yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar. Hal tersebut terlihat dengan adanya komoditi utamanya yang berupa tanaman salak pondoh.
Pada pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, selain diberi bekal ketrampilan untuk mengolah buah maupun limbah salak, masyarakat pun juga dibekali motivasi kewirausahaan oleh trainer yang bertujuan untuk meningkatkan kemauan dalam diri serta memberikan dukungan mental masyarakat Cemoroharjo untuk merintis usaha pengolahan salak.
Arsi berharap dengan adanya kegiatan “Salak Development Center” ini dapat membangun kreativitas warga dan mencetak masyarakat yang memiliki jiwa enterpreneur yang mampu mengolah peluang bisnis yang ada dan berharap dengan adanya program ini dapat meningkatkan dan memacu pertumbuhan ekonomi Dusun Cemoroharjo itu sendiri. Arsi juga menuturkan bahwa dalam acara ini juga mendatangkan empat wirausahawan yang sukses dari berbagai bidang agar dapat memotivasi warga dalam hal wirausaha. Antusiasme masyarakat pun semakain meningakat pada acara bincang wirausaha tersebut.
Pada program pengembangan pengolahan salak yang telah berlangsung selama dua bulan ini kebermanfaatannya telah dirasakan oleh masyarakat Dusun Cemoroharjo. Pasalnya, program tersebut telah membentuk sebuah tim penggerak pengolahan salak atau tim SDC (Salak Development Center) yang anggotanya adalah warga Dusun Cemoroharjo itu sendiri yang berfokus pada pembuatan dodol salak. Pembuatan dodol salak ini cukup sederhana, yaitu dengan memasak daging buah salak yang telah diblender kemudian dicampur dengan gula jawa yang telah dicairkan. Tim ini telah memproduksi dodol salak sekitar tiga minggu dan memiliki omset setiap produksinya sekitar ratusan ribu rupiah. “Program ini cukup membantu perekonomian warga, alhamdulillah sudah banyak mendapat pesanan dodol salak hingga pulau Sulawesi,” tandas Arsi.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                (anand)